source here
Ini lanjutan dari postingan sebelumnya. Udah kepanjangan soalnya.
Alergi mba Alma semakin parah ketika musim kemarau, waktu udara lagi dingin dan kering banget. Dua hari dia batuk-batuk, saya masih mengira itu batuk biasa. Karena biasanya dia juga begitu. Saya kasih Cetirizin, batuknya reda. Dia tetep masuk sekolah. Menjelang pulang sekolah saya dihubungi ustadzah di sekolah kalo mba Alma nafasnya kok agak ngos-ngosan. Saya masih mikir biasa aja, karena emang dia udah biasa begitu kalo pas lagi alergi. Waktu saya jemput masih ngos-ngosan dan rewel.
Sampe rumah ndilalah bapaknya baru keluar. Di rumah minta bobok, tapi nggak nyaman dan rewel. Minta gendong dan kok kayak lemes ya. Saya langsung gercep telpon suami suruh pulang. Kebetulan keluarnya nggak jauh. Langsung pake baju dan jilbab seadanya. Kita bawa ke UGD rumah sakit terdekat.
Ndilalah di UGD lagi ada pasien kecelakaan dan dokter jaganya cuma satu. Fyuuuhhh... setelah nunggu giliran, mba Alma diperiksa dan langsung dikasih tindakan diuap. Selama diuap dia nangis. Satu kali uap masih kelihatan belum membaik, mba Alma diuap lagi dan dipasang selang oksigen. Waktu diuap kedua dia nangis teriak-teriak. Tapi setelah diuap kedua dia lemes. Bener-bener lemes kayak mau merem. Tangannya digerak-gerakin pun lemes dan kakinya dingin. Astaghfirullahalazhim...di titik itu saya dan suami jadi sangat khawatir. Kita lapor dokter lalu diinfus. Alhamdulillah kondisinya lebih baik ketika diinfus.
Kalo banyak yang tanya, "kok tega mba liat anaknya diinfus, dioksigen, dinebu, blablabla.... kalo saya pasti nggak kuat udah ikutan nangis pasti, udah blablabla"
Sekarang mbok njenengan sedoyo mikir, siapa sih ibu yang tega anaknya menderita seperti itu. Nggak ada. Saya yakin nggak ada yang mau. Tapi saya memilih untuk mendampingi mba Alma apapun kondisinya karena saya harus menguatkan dia. Karena dia hanya mau di pelukan ibunya. Walopun di dalam hati yo nangis nggero-nggero. Saya berusaha tidak panik dan memberikan sugesti positif buat mba Alma.
Melihat penanganan rumah sakit yang kurang profesional, kami berinisiatif memindah mba Alma ke RS Sardjito. Kebetulan karena dokter Rina, dokter langganan Alma dengan subspesialis respirologi anak, ada di sana. Jadi kami pikir akan penanganannya akan lebih cepat dan efektif. Suami saya menghubungi bapak ibu mertua saya untuk membooking kamar di RS Sardjito.
Setelah melewati proses administrasi perpindahan pasien yang cukup berbelit, akhirnya jam 8 malam mba Alma bisa dipindahkan ke RS Sardjito dengan ambulans. DENGAN AMBULANS YANG SIRINENYA NYALA buibuuu T___T
Na'udzubillah ya Allah, cukup sekali aja seumur hidup saya mengalami kejadian seperti ini.
Sampe di UGD Sardjito, mba Alma diperiksa oleh banyak dokter, kebetulan ada dokter senior yang jaga juga. Ya harap maklum karena rumah sakit pendidikan maka semua dokter residen akan ikut memeriksa. Setelah melewati pemeriksaan ini itu, ambil darah dan rontgen, mba Alma baru bisa masuk kamar jam 12 malam. Kondisinya udah cukup baik, dia udah bisa tidur. Nafasnya memang masih agak ngos-ngosan tapi saturasi oksigennya sudah baik.
Diagnosa dari dokter, Alma terkena serangan asma kategori medium. Apakah kami kaget? Kaget tapi tidak begitu karena sebelumnya sudah pernah baca-baca artikel tentang ini. Kami tidak ada keturunan dengan sakit asma. Tapi asma sendiri bisa dipicu karena adanya alergi. Jadi untuk kasusnya mba Alma ini, asma timbul karena adanya alergi. Pada anak yang memang berpotensi asma, gejala asma baru akan muncul pada usia 2-5 tahun. Begitu penjelasan dari dokter.
Pada waktu perawatan, mba Alma juga sempat jadi responden penelitian tentang batuk dengan dokter Rina sebagai ketua tim. Penelitiannya tentang perbedaan batuk pneumonia dan asma. Karena gejalanya memang mirip. Jadi sepenangkapan saya dari FK UGM mau mengembangkan alat pendeteksi batuk berdasarkan frekuensi gelombang suara yang dihasilkan dari batuk ataupun nafas pasien.
Mba Alma dirawat selama 4 hari, masuk hari Jumat dan Senin boleh pulang. Selama perawatan, penanganannya adalah terapi uap dan diberikan obat untuk melonggarkan saluran nafas. Waktu awal masuk jadwal nebulizer 4 jam sekali, berangsur-angsur dikurangi menjadi 6 jam sekali dan waktu diperbolehkan pulang jadwalnya 12 jam sekali. Nah, di sini dokter Rina menyarankan untuk tidak membeli nebulizer karena kurang efektif untuk anak-anak. Mba Alma sendiri kalo pake nebu maksimal 10 menit juga dia udah bosen minta dilepas padahal obatnya belum habis. Jadi seringnya saya pakein waktu dia tidur.
Dokter menyarankan untuk membeli inhaler dengan baby spacer. Ini lebih efektif untuk anak-anak karena hanya disemprotkan lalu dihirup selama 10 detik. Sebelum pulang harus beli alatnya ini dulu. Daaan kebetulan di apotek pada habis T___T Akhirnya nemu di apotek Kosudgama. Alatnya kayak di bawah ini.
ini alatnya baby spacer. punya mba Alma yang warna orange
source here
Selain beli perlengkapan baby spacer, kami juga beli oximeter, alat untuk mengukur saturasi oksigen. Ini penting juga biar tahu apakah kita kekurangan oksigen atau nggak. Sebenernya antara penting dan penasaran sih. Harganya sekitar 400 ribu an.
ini penampakan dari oximeternya, kami beli yang warna pink
source here
Penanganan selanjutnya, kami harus memperhatikan setiap gejala yang muncul yang memicu asma. Alhamdulillah tipe asma Alma masih tergolong ringan - sedang. Beberapa tips yang kami lakukan untuk menghadapi asma Alma:
1. Selalu siap sedia dengan pertolongan pertama
Kami selalu membawa baby spacer kemana-mana karena asma bisa datang kapan saja. Baby spacer selalu ada di tas Alma ketika ke sekolah. Obat-obatan selalu kami bawa kalo pergi menginap. Ketika pergi ke luar kota kami sebelumnya menyempatkan untuk mencari kontak dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Edukasi orang-orang terdekat mengenai kondisi anak
Karena kami berdua kerja, otomatis kami tidak bisa mengawasi Alma 24 jam. Di sini penting sekali mengedukasi orang-orang terdekat yang berinteraksi dengan Alma. Nah, di sini kami mengedukasi simbahnya Alma dan guru di daycare. Untuk daycare kami memberikan guideline untuk penanganan asma Alma beserta cara memakai alat baby spacer. Guideline itu ditempel di dinding kelas, jadi setiap guru bisa membacanya dengan jelas.
3. Ketika muncul gejala pemicu, segara lakukan tindakan
Gejala pemicu untuk kasus asma bisa berbeda setiap orang. Kalo Alma gejalanya diawali dari batuk. Jadi kalo dia udah mulai batuk-batuk kami langsung bertindak. Tindakan pertama adalan memberikan obat resep dari dokter Rina. Ahhh dokter Rina baik bangeet. Kapan-kapan saya akan review. Kalo udah 3 hari minum obat belum ada progress, kami langsung bawa ke dokter.
Tulisan ini udah kepending lamaa bangeet buuibuuu. Semoga bermanfaat...
-nuki-